Payung Hukum Belanja Darurat Untuk Kegiatan Penanggulangan Bencana dan Keadaan Mendesak

by | 7 July 2020

payung hukum belanja keadaan mendesak

Sebelum menguraikan payung hukum belanja darurat untuk keadaan mendesak secara mendalam, mari kita cermati dulu diskripsi yang terdapat pada Permendagri Nomor 20 tahun 2018, Pasal 23. Dalam pasal tersebut diuraikan sebagai berikut:

(1) Belanja tak terduga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf d merupakan belanja untuk kegiatan pada sub bidang penanggulangan bencana, keadaan darurat, dan keadaan mendesak yang berskala lokal Desa.

(2) Belanja untuk kegiatan pada sub bidang penanggulangan bencana, keadaan darurat, dan keadaan mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas pemerintah Desa dan tidak dapat diprediksikan sebelumnya;
b. tidak diharapkan terjadi berulang; dan
c. berada di luar kendali pemerintah Desa.

(3) kegiatan pada sub bidang penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan upaya tanggap darurat akibat terjadinya bencana alam dan bencana sosial.

(4) Kegiatan pada sub bidang keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan upaya penanggulangan keadaan darurat karena adanya kerusakan dan/atau terancamnya penyelesaian pembangunan sarana dan prasarana akibat kenaikan
harga yang menyebabkan terganggunya pelayanan dasar masyarakat.

(5) Kegiatan pada sub bidang keadaan mendesak merupakan upaya pemenuhan kebutuhan primer dan pelayanan dasar masyarakat miskin yang mengalami kedaruratan.

(6) Ketentuan lebih lanjut belanja kegiatan pada sub bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati/Wali Kota mengenai pengelolaan keuangan Desa.

(7) Ketentuan yang diatur dalam Peraturan Bupati/Wali Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (6) paling sedikit memuat:
a. kriteria bencana alam dan bencana sosial;
b. kriteria kegiatan yang dapat dibiayai untuk penanggulangan bencana alam dan bencana sosial;
c. kriteria keadaan darurat;
d. kriteria sarana dan prasarana pelayanan dasar untuk masyarakat;
e. kriteria keadaan mendesak;
f. kriteria masyarakat miskin yang mengalami kedaruratan; dan
g. tata cara penggunaan anggaran.

Substansi yang sangat penting dalam pasal 23 di atas yang diurai ayat-ayat dan huruf, dapat diambil sarinya:

1. Bahwa hukum belanja darurat untuk kegiatan pada sub bidang penanggulangan bencana dan keadaan mendesak itu harus memenuhi kreteria tertentu.
2. Bahwa penanggulangan bencana itu adalah upaya tanggap darurat akibat terjadinya bencana alam dan bencana sosial.
3. Bahwa penanggulangan keadaan darurat itu adalah upaya menanggulangi kerusakan dan/atau terancamnya penyelesaian pembangunan sarana dan prasarana akibat kenaikan harga yang menyebabkan terganggunya pelayanan dasar masyarakat.
4. Bahwa penanggulangan keadaan mendesak itu adalah upaya pemenuhan kebutuhan primer dan pelayanan dasar masyarakat miskin yang mengalami kedaruratan.
5. Bahwa dalam rangka upaya penanggulangan bencana, keadaan darurat, dan keadaan mendesak yang berskala lokal Desa itu harus dibuatkan payung hukum yang jelas, agar seluruh kegiatan anggaran memiliki kekuatan hukum yang pasti.

Lalu bagaimana alur pembuatan payung hukum belanja darurat atau regulasinya?
Jawaban atas pertanyaan tersebut bila disinkronkan dengan Covid-19 sebagai contoh kasus, dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Dengan bermodal dasar Pasal 23, ayat (6) dan (7), Permendagri nomor 20 tahun 2018, Bupati harus menerbitkan Peraturan Bupati tentang penanggulangan bencana, keadaan darurat, dan keadaan mendesak, dengan substansi sebagaimana yang tertuang pada ayat (7).

2. Dalam Peraturan Bupati tersebut harus tuang pasal atau ayat delegatif, untuk bisa ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Peraturan Desa tentang penanggulangan bencana, keadaan darurat, dan keadaan mendesak Covid-19 sebagai landasar konstitusionalnya di desa.

3. Peraturan Desa yang dibuat oleh Pemerintahan Desa yang berisi pengaturan yang bersifat umum. Sedangkan secara rinci biarlah pengaturannya dituangkan dalam Peraturan Kepala Desa sebagai landasan operasionalnya. Oleh karena itu dalam Perdes tersebut harus pula dituangkan pasal atau ayat delkegatif kepada Perkades.

4. Demikian juga dalam Perkadesnya, pada point-point tertentu, tuangkan pasal atau ayat yang mendelegasikan untuk diterbitkannya Keputusan Kepala Desa. Misalnya:
a. Tentang PPKD, PKA, dan TPK;
b. Prosetasi distribusi pagu anggaran (Operasional, BLT, PKTD, dll);
c. Penerima manfaat BLT;
d. Penerima manfaat PKTD;

Sedangkan Ketua BPD menerbitakn Keputusan Ketua BPD tentang Tim Pengawas.

5. Standard Operasional Procedure nya tetap berpedoman pada Permendagri nomor 20 tahun 2018, mulai dari:
a. Perencanaan
b. Pelaksanaan
c. Penatausahaan
d. Pengawasan
e. Pelaporan
f. Evaluasi
g. Pertanggungjawaban

Catatan:

1. Dalam uraian di atas, sengaja tidak begitu disinggung terkait dengan regulasi dari berbagai kementerian yang mengatur covid-19. Hal ini karena Permendagri nomor 20 tahun 2018 sudah cukup memberi payung hukum dalam penanggulangan bencana, keadaan darurat, dan keadaan mendesak yang berskala lokal Desa.

2. Tidak digunakannya msebutan Gugus Tugas, karena dalam Permendagri nomor 20 tahun 2018 yang dikenal adalah sebutan PKPKD, PPKD, PKA, dan TPK;

3. Uraian ini sangat berbeda dengan realita di hampir semua desa di seluruh Indonesia, karena selama ini para pemangku kepentingan di desa terseret arus kegagapan para pemangku kepentingan di atasnya.

4. Semestinya harus dipahami, bahwa sumber pendapatan dari apapun, bila masuk dalam APBDes, maka tata kelola kegiatan anggarannya harus berpedoman pada Permendagri nomor 20 tahun 2018.

5. Saran saya, segeralah insaf, dengan kesatria kembali ke khittoh, yaitu Permendagri nomor 20 tahun 2018 sebagai Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa.

Baca Juga:

Yuk Cermati Pendapatan Desa Lainnya!

Tag

Berita Terbaru

Dana Desa dan Alokasi Dana Desa, Apa Bedanya?

Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) seringkali kita temui apabila sedang membahas tentang tata kelola desa. Meski mirip dalam hal nama, Dana Desa berbeda dengan Alokasi Dana Desa. Sebagian orang mungkin memahami bahwa ADD merupakan nominal dari DD yang...

Begini Status Dan Kedudukan Peraturan Di Desa

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tidak mengatur secara tegas mengenai peraturan desa atau peraturan yang dikeluarkan oleh kepala desa atau yang setingkat dan di mana peraturan tersebut dundangkan.Meski UU 12/2011 tidak...

Pentingnya Keterlibatan Warga Dalam Perencanaan Pembangunan Desa

Perencanaan dan penganggaran desa adalah proses yang saling terkait dan keduanya tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Proses perencanaan penganggaran desa harus berlandaskan pada UU Desa Nomor 6 Tahun 2014, yang pengaturan lebih lanjutnya diatur melalui Peraturan...

Pengurus BUMDes Harus Sarjana? Benarkah?

Dalam rangka meningkatkan perekonomian desa, meningkatkan pendapatan asli desa, pengelolaan potensi desa yang sesuai kebutuhan masyarakat, dan sebagai tulang punggung pertumbuhan dan pemerataan ekonomi desa, apakah pengurus BUMDes harus sarjana?Badan Usaha Milik Desa...

Berita Terkait

Share This
×

Selamat Datang!

Klik salah satu dari customer services kami untuk chat via WhatsApp atau kirim email ke cs@simpeldesa.com

× Hubungi Customer Service

Daftar untuk penggunaan sistem ini berbayar, klik setuju jika Anda bersedia.

SETUJU